Jumat, 23 November 2012

Anggaran Kesehatan Harus untuk Rakyat


ANGGARAN KESEHATAN HARUS UNTUK RAKYAT!!
Dalam UU No 6 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, APBN harus mengalokasikan anggaran kesehatan 5% diluar gaji pegawai. Saat ini anggaran Kesehatan yang diajukan dalam bentuk RKA KL 2013 mencapai kurang lebih 31,2 trilyun (2,0 7%) dari rencana total APBN 2013 senilai 1.507 Trilyun. Artinya jika amanat undang-undang adalah 5%, maka seharusnya alokasi anggaran untuk kesehatan diluar gaji senilai 75,35 trilyun.
Khusus pada masalah pembiayaan kesehatan per kapita, Indonesia dikenal paling rendah se ASEAN. Modal yang dikeluarkan untuk pembiayaan kesehatan, pemerintah hanya mampu mencapai 2,2 persen dari GNP.
Cita-cita untuk mencapai anggaran 5% dari APBN tentu bukan sekedar jumlah nominal. Kebijakan politik anggaran yang pro terhadap pelayanan publik harus menjadi titik berat dari pola anggaran yang ada. Namun, apabila kita cermati RKA KL yang diajukan pemerintah SBY terkait anggaran Kesehatan, yang diajukan oleh Kemenkes, maka secara gamblang bisa kita simpulkan bahwa kebijakan politik anggaran yang tergambar pada postur anggaran tidak akan membuat rakyat mampu mengakses hak kesehatan yang diamanatkan oleh konstitusi.
Berikut ini beberapa point krusial:
  1. Alokasi anggaran untuk belanja birokrasi lebih besar daripada untuk pelayanan publik.
    • Pelayanan publik : senilai ±15, 3 trilyun = 49,30% dari total anggaran Kemenkes.
    • Belanja birokrasi : senilai ± 15,8 trilyun = 50,83% dari total anggaran Kemenkes.
  2. Beberapa anggaran yang termasuk kategori pelayanan publikpun terdapat mata anggaran yang mengundang pertanyaan.
    • Kegiatan yang tidak jelas lokasi dan output yang dihasilkan:
      • Laporan pengendalian lalat dan kecoa (592 laporan)senilai ±Rp1,5 M.
      • Peningkatan rumah tangga ber-PHBS (12laporan)senilai ±Rp69,4 M.
      • Penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi (500 laporan) senilai ±Rp 2,88 M.
    • Klaim yang plafonnya perlu dipertanyakan besarannya:
      • Klaim rumah sakit (fasyankes) yang melayani pasien peserta jampersal (10 klaim) senilai Rp 1,559 T. Artinya per klaim, dana yang anggaran sebesar Rp 155 M.
      • Klaim rumah sakit yang melayani peserta program Jamkesmas (1,218 klaim) senilai Rp 5,73 T. Artinya per klaim, dana yang dianggarkan sebesar Rp 4,7 M.
    • Adanya mata anggaran tapi tidak ada program yang tertulis:
      • Di kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian : Rp 155 juta.
      • Di kegiatan peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan : Rp 984 juta dan 1,4 M
      • Di kegiatan perencanaan dan pendayagunaan SDM kesehatan senilai 1,39 M dan 1,114 M
    • Mata anggaran besar yang dianggap tidak sesuai dengan nilai ekonomis dari alat tersebut:
      • Anggaran untuk alat kesehatan, kedokteran dan KB dalam rangka menuju pelayanan kelas dunia dengan sumber anggaran dari APBN murni senilai Rp 863,9 M untuk 22 unit. (APBN murni : 683,551 M dan PHLN : 180 M ). Artinya per unit dianggarkan ± Rp 39,27 M/unit.
    • Laporan pengendalian Filariasis di daerah endermis (1 laporan ). Dana yang dianggarkan Rp 1,4 M.
  3. Masih terdapatnya mata anggaran dari belanja birokrasi yang mengundang pertanyaan:
    • Penambahan daya tahan tubuh (3.738 pegawai) senilai Rp 757.335.000. Artinya per pegawai dialokasikan Rp 202.604
    • Pakaian dinas (8.070 pegawai) senilai Rp 3,1 M. artinya per pegawai mendapat alokasi pakaian sebesar Rp 373.962.
    • Pembelian kendaraan bermotor di 15 mata anggaran dengan mata anggaran yang berbeda-beda dan tidak dijelaskan jenis kendaran yang dibeli. Anggaran kendaraan bermotor mulai dari harga paling rendah, sedang hingga termahal. Misal:
      • Pembelian 2 unit kendaraan bermotor untuk kegiatan pembinaan pelayanan keperawatan dan keteknisian medis, dianggarkan Rp 25 juta. Per unit kendaraan dianggarkan Rp 19 juta
      • Pembelian 1 unit kendaraan bermotor untuk kegiatan dukungan managemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada progam pengembangan dan pemberdayaan SDM. Per unit dianggarkan Rp 400 juta
      • Pembelian 132 unit kendaraan bermotor untuk mendukung pelayanan kesehatan dasar, dianggarkan Rp 93 M. Per kendaraan Rp 710 juta
    • Dua kali pencatatan nama kegiatan di satu kegiatan yang sama dengan jumlah anggaran yang berbeda:
    • Kegiatan penelitian dan pengembangan biomedis dan teknologi dasar kesehatan tercatat dua kali mata anggaran untuk peralatan dan fasilitas perkantoran untuk 13 unit (Rp 130 juta) dan fasilitas perkantoran untuk 116 unit (Rp 366 juta)
Sumber : Tulisan Rieke Diah Pitaloka

Senin, 12 November 2012

HARI KESEHATAN NASIONAL KE 48 “Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat , Antara Realitas dan Utopis”

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 1945, setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara, dan upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut mengisyaratkan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Upaya mewujudkan hak tersebut pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu melakukan upaya-upaya untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan indonesia untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs). Lima (5) dari delapan (8) agenda MDGs berkaitan langsung dengan kesehatan, yaitu: Memberantas kemiskinan dan kelaparan, Menurunkan angka kematian anak, Meningkatkan kesehatan ibu, Memerangi HIV dan AIDS, Malaria, dan penyakit lainnya, serta Melestarikan lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan sekaligus mencapai tujuan MDGs harus dilakukan intervensi terhadap faktor penentu terbesar, yaitu perilaku dan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang sampai saat ini masih jadi sebuah angan-angan. Khususnya di Sulawesi selatan dalam hal pembangunan kesehatan itu terlihat sangat ironis.Ada banyak permasalahan yang sampai saat ini belum terselesaikan diantaranya: - Sulawesi selatan masuk dalam 6 provinsi dengan AKI dan AKB tertinggi di Indonesia. 2010 lalu AKI mencapai 121 kasus dan 116 kasus pada 2011. Sementara AKB sebanyak 824 kasus tahun 2010 dan 868 kasus pada 2011. - Kasus Gizi buruk terus meningkat, tahun 2010 kasus gizi buruk mencapai 150 kasus dan sampai tahun 2011 itu sudah mencapai 238 kasus. - Buruknya sistem pelayanan kesehatan, itu terlihat masih banyak kasus masyarakat miskin yang belum sepenuhnya mendapat pelayanan kesehatan dengan baik. - Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan preventif dan promotif itu masih terlihat sangat kurang.itu berarti pemerintah masih berparadigma sakit sampai saat ini. - permasalahan di bidang kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan AMDAl. - permasalahan Anggaran Kesehatan yang tidak transparan . - dan masih banyak permasalahan kesehatan lain Dengan banyak permasalahan kesehatan sampai dengan tahun 2012 yang merupakan pertengahan tahun kerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 pemerintah khususnya Sulawesi selatan itu tidak maksimal dan gagal dalam meningkatkan pembangunan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat . IKATAN SENAT MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT WILAYAH IV (ISMKMI WILAYAH IV)